Wednesday 6 December 2017

Pengerajin Bambu Raup Omzet Puluhan Juta Rupiah

Tags



Diamlah.Com Pertengahan tahun 1991 menjadi awal tetesan keringat perjuangan sejarah Widodo merintis usaha aneka kerajinan bambu. Tanpa berbekal keahlian yang mumpuni dalam pengerjaan kerajinan, ayah tiga orang anak ini bertekad merintis usaha kerajinan dengan otodidak.

Saat ditanya alasan memilih usaha kerajinan yang terbuat dari bambu, pria asal kelahiran Desa Gintangan, Kecamatan Rogojampi, Kabupaten Banyuwangi ini mengatakan, karena melimpahnya bahan baku ditambah kerajinan bambu ini sudah dilakukan oleh para leluhur di desa setempat.

"Kerajinan bambu ini jika diberikan sentuhan kreativitas tinggi dan perlakuan manajemen yang terukur akan mendatangkan peluang usaha yang menjanjikan. Dari harga beli satu batang bambu Rp 10 ribu mampu menghasilkan keuntungan sampai ratusan ribu. Asalkan ini dikelola dengan manajemen dan kreativitas yang mumpuni," ujar suami Yuli Nengah Reni.

Ia menjabarkan, setiap ruas perbatasan bambu dapat dijadikan sebagai kerajinan asbak rokok dengan harga jual mulai Rp 20 ribu sampai Rp 30 ribu. Belum lagi anyaman bambu yang lain seperti membuat kap lampu, kotak tisu, songkok, keranjang buah, dan lain-lain. Dulu, awal perintisan hanya bersedia membuat beberapa produk kerajinan yang masih tradisional. Yaitu; kukusan untuk menanak nasi, lasah, tungku, dan irik (erek).

"Seiring bertambahnya waktu, selera konsumen mengalami peningkatan. Sekarang sudah mulai diminati kerajinan modern, yaitu rak, kotak tisu, asbak, dan kap lampu. Kalangan konsumen pun datang secara beragam, mulai dari kalangan tokoh politik, kiai, masyarakat, dan santri," terang Widodo.

Ia mengisahkan perjalanan usahanya tidak hanya ditempuh mulus tanpa rintangan. Pernah ia mengalami kerugian ratusan juta ditambah juga menelan kasus penipuan dengan kedok usaha patungan. Terutama di tahun 2005 saat tragedi bom bali 2.

"Waktu terjadi bom bali saya mengalami total kerugian lebih dari Rp 200 juta. Bagaimana mungkin bisa dibayangkan? Saat itu, tidak ada tamu di Bali. Suasana sangat mencekam. Grafik perekonomian lumpuh total. Tamu mancanegara pada pulang di kampung halamannya sendiri. Barang kerajinan sudah terlanjur dikirim dalam persediaan yang banyak. Akhirnya selang beberapa hari, saya lakukan  peninjauan langsung. Sesampai di sana barang rusak semua. Tidak ada ganti rugi. Pemilik dan penjaga toko pada kabur tanpa tanggung jawab, dan ternyata toko yang ditempati dulu hanya berstatus kontrakan. Cuma bisa terdiam dan badan terasa lemas semua," kenang Widodo.

Justru dengan segala musibah dan rintangan ini, lanjutnya, memberikan pelajaran guna lebih semangat dan terus maju tanpa putus asa. "Memang tragedi ini mengingatkan waktu awal perintisan usaha dulu. Bidang pemasaran membutuhkan perjuangan ekstra tinggi daripada pembuatannya. Saya ingat, hanya dari kabar burung penawaran produk dari tetangga satu ke tetangga lainya. Alhamdulillah sekarang mulai merambah pemasaran sampai luar daerah mulai; Jember, Bali, Surabaya, bahkan sampai Jakarta," terangnya.

Sekarang, usaha yang dirintis dengan modal Rp 500 ribu ini ditambah tanpa bantuan tenaga kerja, mampu; meraup omzet Rp 75 juta, memiliki sepuluh orang karyawan tetap, dan ratusan pekerja dari masyarakat sekitar.

"Alhamdulillah saat kepemiminan Kabupaten Banyuwangi di bawah Abdullah Azwar Anas yang pro terhadap para pelaku usaha mikro menambah keuntungan tersendiri. Adanya puluhan festival dengan diimbangi pembukaan stand pameran untuk para pelaku usaha menjadikan usaha semakin berkembang. Keuntungan yang sangat fantastis," ujar kakek dari empat orang cucu ini.

"Juga saya tergabung dalam market place banyuwangi-mall.com yang digagas oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab). Ini adalah gebrakan yang dilakukan pemerintah guna menjawab pemasaran digital. Semoga ke depan Banyuwangi lebih maju," harap pria kelahiran 21 Oktober 1959 ini. 


EmoticonEmoticon